STRATEGI PENGEMBANGAN ENERGI TERBARUKAN: STUDI PADA BIODIESEL, BIOETHANOL, BIOMASSA, DAN BIOGAS DI INDONESIA

Eduardo Heyko

Abstract


Keamanan energi di Indonesia berada di ambang batas dan akan menghadapi krisis energi dalam waktu dekat. Salah satu upaya untuk meningkatkan keamanan energi nasional jangka panjang adalah melalui pengurangan ketergantungan terhadap energi fosil yang tidak terbarukan, khususnya minyak dan gas bumi, dengan mensubstitusinya ke sumber energi baru dan terbarukan (EBT), khususnya bahan bakar nabati (biodiesel, bioethanol, biomassa, dan biogas). Latar belakang penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bauran energi nasional tahun 2050 setelah mengoptimalkan energi terbarukan (biodiesel, bioethanol, biomassa, dan biogas) dengan menerapkan strategi pengembangan yang tepat.Penelitian ini didasarkan pada pengolahan data sekunder yang diambil padarentang waktu tahun 2000-2010yang diperoleh dari lembaga resmi, baik nasional maupun internasional. Analisis strategi pengembangan energi terbarukan dilakukan dengan menggunakan analisis lingkungan internal dan eksternal, yaitu matriks IFE dan EFE serta matriks SWOT. Sedangkan, analisis proyeksi kebutuhan energi hingga tahun 2050 dilakukan dengan menggunakan peramalan deret waktu berdasarkan metodetrend analysis plot, smoothing plot, dan decomposition plot. Perangkat lunak yang digunakan untuk melakukan peramalan adalah Minitab Versi 15 (2007).Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2050 diprediksikan mencapai 359,37 juta jiwa.Konsumsi energi pada tahun 2050 mencapai 3.289,44 juta SBM. Jika kebutuhan bahan bakar fosil pada tahun 2050 digantikan oleh biodiesel sebanyak 15%,bioethanol 15%, biomassa 100% dari potensinya, dan biogas 100% dari potensinya, maka energi fosil yang dapat dihematmencapai 982,29 juta SBM/tahun. Kenaikan kebutuhan energi sebesar tiga kali lipat pada tahun 2050 inijika dipenuhi dengan cara pengembanganbiofuelmemerlukan lahan perkebunan seluas 5,49-6,52 juta hektar untuk memproduksi bahan biodiesel dan 4,34-7,56 juta hektar untuk memproduksi bahan bioethanol.Dari sektor perkebunan ini akan diciptakan lapangan pekerjaan bagi 10,98-13,04 juta orang untuk perkebunan sawit dan jarak pagar dan 4,34-15,12 juta orang untuk perkebunan singkong dan tebu. Sementara itu, di sektor industri energi diperlukan sekitar 54.511-54.346 unit pabrik penghasil biodiesel dengan jumlah tenaga kerja 543.460-545.110 orang dan60.556-60.727 unit pabrik penghasil bioethanol dengan jumlah tenaga kerja 605.560-607.270 orang.Sedangkan, pemanfaatan biogas sebagai pengganti minyak tanah rumah tangga dapat membantu 10,40 juta rumah tangga miskin.Biaya pokok produksi biodiesel dari kelapa sawit sebesar Rp 6.281/liter dan dari jarak pagar sebesar Rp6.966/liter masih tidak menguntungkan jika diproduksi untuk menggantikan minyak diesel bersubsidi yang harganya Rp 5.500/liter.Sementara itu, biaya pokok produksi bioethanol dari tebu sebesar Rp 6.214/liter sudah layak menggantikan premium bersubsidi yang harganya Rp 6.500/liter dengan margin keuntungan sebesar 4,6%. Sedangkan, harga pokok produksi bioethanol dari singkong sebesar Rp6.963/liter masih belum layak menggantikan premium besubsidi. Walaupun demikian, semua biofuel tesebut sudah sangat layak untuk menggantikan minyak fosil yang tidak disubsidi dengan harga Rp 9.800/liter.Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa program mensubstitusi sebagian kebutuhan minyak bumi dengan biofuel dan memanfaatkan sebesar-besarnya potensi biomassa dan biogas dapat menghemat energi fosil, menciptakan lapangan kerja baru, serta membantu mengentaskan kemiskinan.

 

Kata Kunci: Bioenergi, Energi Terbarukan, Strategi Pengembangan

Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.